Sabtu, 16 April 2011

“PERBAHARUAN TULISAN ” PENGARUH BAHASA ASING TERHADAP BAHASA INDONESIA BAGI PERKEMBANGAN ANAK

NAMA : LINTANG K. HEMASHINTA
KELAS : 3EA10
NPM : 10208741

“PERBAHARUAN TULISAN ”

PENGARUH BAHASA ASING TERHADAP BAHASA INDONESIA BAGI PERKEMBANGAN ANAK

Pada zaman saat ini, anak hanya bisa menggunakan satu bahasa saja sangatlah sulit untuk bisa masuk dalam global competition. Apalagi posisi negara kita yaitu sebagai negara berkembang yang masih memerlukan bantuan dan kontribusi dari negara lain khususnya negara maju. apalagi kalau bukan bahasa . Setiap individu setidaknya bisa menggunakan bahasa asing atau bahasa internasional. kita tahu bahwa bahasa internasional Bahasa Inggris. Untuk bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang dari negara lain, orang tersebut pasti menggunakan bahasa inggris. tidak terkecuali orang indonesia. Bahasa inggris, dimana merupakan bahasa asing di negara indonesia, mempunyai peranan besar bagi indonesia itu sendiri. Pengaruh yang diberi pun beraneka ragam. Ada yang memberikan pengaruh positif dan tidak jarang juga ada yang meberikan pengaruh negatif.

Bahasa asing memiliki pengaruh yang besar terhadap suatu perkembangan,baik itu individu maupun secara global,karena adanya ikatan hubungan antara bahasa dan budaya.Bahasa juga memiliki karakter yang dapat menentukan sifat seseorang,begitu juga pengaruh bahasa asing terhadap perkembangan anak.”Otak anak itu seperti spons. Bila ditaruh di dalam air, pori-porinya membesar sehingga ruang untuk menyimpan air pun besar,” Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ahli neurosains di Eropa, ditemukan bahwa proses mempelajari bahasa asing mengubah anatomi otak. “Grey area”, yaitu bagian otak yang mengolah informasi, dalam proses ini berkembang seperti layaknya pembentukan otot dalam sebuah latihan badan. Dengan kata lain, otak diajak “berolahraga” dengan belajar bahasa asing.

Para ilmuwan sebelumnya memang telah mengetahui bahwa otak memiliki kemampuan mengubah strukturnya sebagai hasil stimulasi (hal ini dikenal sebagai plastisitas atau kelenturan otak). Tetapi penelitian ini menunjukkan bagaimana belajar bahasa asing memperkuatnya. Pemindaian otak menunjukkan bahwa pada mereka yang menguasai lebih dari satu bahasa (bilingual atau multilingual), sel-sel kelabu tadi lebih banyak dan lebih padat dibandingkan mereka yang hanya menguasai satu bahasa saja, terlebih pada mereka yang sudah bilingual sejak kecil.

Hubungan antara belajar bahasa asing dengan perkembangan otak merupakan salah satu topik yang banyak diteliti para ahli neurosains. Kesimpulan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan berbagai pengaruh mempelajari bahasa asing dan keuntungannya bagi perkembangan otak :

o Anak-anak yang mengikuti program bahasa asing cenderung menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dalam proses kognitif, kreativitas, dan divergent thinking dibandingkan anak-anak yang monolingual.

o Beberapa studi juga menunjukkan bahwa mereka yang menguasai lebih dari satu bahasa memiliki skor lebih baik dalam tes kemampuan verbal dan nonverbal.

o Sebuah riset di kanada mengungkapkan bahwa mereka yang bilingual mengalami penurunan kemampuan mental yang lebih lambat seiring bertambahnya usia.

o Studi di Canada, India dan Hong Kong menyatakan bahwa penutur bilingual lebih mampu menghadapi gangguan perhatian (distraction).

Banyak yang mengatakan bahwa “mempelajari bahasa asing menghabiskan kapasitas memori yang diperlukan untuk fungsi otak yang lebih penting”, “hanya mereka yang berbakat saja yang dapat belajar bahasa asing, karena hal itu sangat sulit”, atau “orang tua sudah tidak mungkin mempelajari bahasa baru”. Berbagai kepercayaan seperti ini menyebabkan keengganan di kalangan orang dewasa untuk mempelajari bahasa asing.Memang benar banyak ahli yang berpendapat anak-anak lebih mudah belajar bahasa asing, sebab sebelum masa pubertas, daya pikir (otak) anak lebih lentur, dan karenanya ia lebih mudah belajar bahasa. Sebuah riset dengan teknologi brain imaging di UCLA melaporkan bahwa area pada otak yang mengatur kemampuan berbahasa terlihat menunjukkan perkembangan paling pesat pada periode antara usia 6 dan 13 (critical periods), dan bukan pada 3 tahun pertama seperti banyak dipublikasikan.

Jadi menurut mereka, secara biologis waktu yang paling tepat untuk mempelajari bahasa asing adalah pada usia SD dan SMP (elementary and middle school)
Meskipun begitu bukan berarti orang dewasa tidak mampu menguasai bahasa kedua (bahasa asing). Orang dewasa dengan inteligensia rata-rata pun mampu mempelajari bahasa kedua setelah usia 20 tahun. Bahkan ada yang mampu belajar berkomunikasi bahasa asing pada usia 40 tahun.

John T. Bauer, penulis buku “The Myth of the First Three Years” mengatakan, “Salah satu kerugian dari konsep critical periods’ adalah hal itu membuat kita terlalu menekankan akan ‘kapan seharusnya belajar’ dan tidak memperhatikan ‘cara belajar yang mana yang lebih efektif’”. Ia mengemukakan alasan bahwa ada berbagai cara dan proses dalam mempelajari bahasa asing, dan terdapat perbedaan antara otak anak-anak dan orang dewasa dalam mengolahnya. Misalnya, pemahaman tenses dipengaruhi oleh usia, sementara pemahaman sintaksis, grammar dan vocabulary tidak dipengaruhi usia. Menurutnya lagi, usia “Hanyalah satu faktor penentu dalam proses penguasaan bahasa asing.

Kita tidak bisa mengesampingkan faktor lain, termasuk apa yang ditunjukkan oleh ilmu neurosains mengenai cara terbaik untuk mengajar dan mempelajari bahasa asing”.Peneliti di Cornell University memperlihatkan dalam studi brain imaging yang mereka lakukan, bahwa kesulitan belajar bahasa asing pada orang dewasa bukanlah pada pemahaman kata-kata asingnya, tetapi pada kemampuan motorik dari mulut dan lidah yang bersangkutan. Hal ini menjelaskan mengapa mereka yang belajar bahasa asing seringkali dapat mengerti apa yang ditanyakan dalam bahasa asing tersebut, tetapi tidak selalu dapat memberikan respon yang cepat. Karenanya, bagi orang dewasa, teknik yang menekankan pada pengucapan akan lebih berhasil daripada metode yang lebih memfokuskan pada membaca dan mendengarkan. Bagi mereka, kelas percakapan akan lebih efektif daripada kelas vocabulary dan grammar.

Berbagai studi di bidang neurosains di atas menunjukkan bahwa otak manusia adalah benda yang sangat lentur dan fleksibel. Dan bagi mereka yang ingin mempelajari bahasa asing sekaligus “mengolahragakan” otak, kombinasi mendengarkan dan pengucapan tampaknya merupakan metoda belajar bahasa asing yang paling menguntungkan otak secara biologis baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Bahasa Asing, Gengsi? Pertanyaan pertama yang harus dimunculkan adalah kenapa semakin banyak orang tua begitu berambisi untuk semakin dini mendorong anak-anaknya mampu berbahasa Inggris? Saya amati faktor utamanya adalah betapa semakin ke sini, semakin masyarakat kita dibombardir dengan segala sesuatu yang berbau impor, segala yang dibayang-bayangi tema globalisasi dibelakangnya. Tumbuh kuat pandangan bahwa bahwa kita menjadi modern (maju) saat bisa berbahasa Inggris dan segala yang kita lakukan sehari-hari terkait hal-hal yang datang dari luar (diimpor).

Kalau ditinjau motivasinya secara pribadi, kemungkinan ada beberapa faktor di belakangnya. Pertama orang tua memang berencana untuk menyekolahkan anaknya di luar negeri atau untuk pindah berdomisili keluar Indonesia. Ini muncul dari faktor kebutuhan.

Kedua, yang saya amati lebih banyak terjadi, motivasi orang tua lebih banyak didasari gengsi. Bangga rasanya saat anak bisa mengucap kata-kata berbahasa asing. Mungkin seperti itu tadi, ada perasaan maju atau modern.

Jadi ini tumbuh lebih karena gengsi atau istilah kerennya lifestyle. Atau mungkin orang tua merasa tenang saat anaknya mampu mengucap kata-kata dalam bahasa Inggris. Tapi kalau kita coba bertanya kritis, untuk mayoritas kita masyarakat Indonesia, apakah ada kebutuhan anak untuk segera bicara bahasa asing, berkomunikasi secara aktif misalnya dalam bahasa Inggris? Di rumah, apakah komunikasi dijalankan dalam bahasa Inggris? Lalu di masyarakat luar rumahnya? Bahasa Inggriskah? Saya kira jawabannya tidak. Lalu apa dan bagaimana selanjutnya, ini yang harus kita lihat lebih jauh.

Kesimpulan

Pengaruh bahasa asing itu tidak hanya terlihat dalam bahasa komputer. jika kita melihat siaran berita di Televisi, kita akan mendengar istilah, seperti illegal logging, illegal fishing, town square, stakeholder, reshuffle kabinet, mafia pengadilan. Semua bahasa itu tanpa terjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Pengaruh seperti itu tidak hanya pada bahasa lisan, tetapi juga pada bahasa badan. Contoh pengaruh bahasa asing pada bahasa badan yaitu : Kalau anak itu ingin mencaci-maki atau berbicara secara kasar yang diucapkan adalah “Shit” atau yang dalam bahasa asingnya berarti kata-kata kasar.


DAFTAR PUSTAKA :
• URL Shorten: http://lintas.me/VrBeMPTf
• http://adepanji.wordpress.com/2010/01/05/pengaruh-bahasa-asing-terhadap-perkembangan-anak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar